Jakarta, BOMEN News.com –
Tim Intelijen Kejaksaan Agung Republik Indonesia memerintahkan Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Subang. Untuk membatalkan 500 bidang sertifikat lahan Tora 2021 yang berlokasi di Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Karena cacat yuridis administrasi.
Demikian di katakan Kepala Seksi di Subdit C4 Jamintel Kejagung, Bas Faomasi Jaya Laia, S.H.,M.H. Dan di dampingi Kepala Seksi Sumber Daya Alam Kejagung RI, Erwin, S.H., Jaksa Akbar, Jaksa F. Andrian, saat Audiensi dengan Tim Pemburu Mafia Tanah Patimban Forum Masyarakat Peduli Jawa Barat (FMP-Jabar). Di Ruang Subdit C4 Lantai 12 Jamintel Kejagung,
“Dari 69 bidang yang bapak sampaikan sudah kami lakukan pengecekan ternyata benar dari data lapangan. Dan keterangan dari 69 di laporkan ini bahwa ada cacat yuridis administrasi. Di sini kami sudah merekomendasikan dan sudah memberikan analisa, jadi pembatalan juga sudah saya sampaikan juga. Memang 500 bidang yang kami mintakan ini ada dan kami juga akan melakukan monitoring juga terhadap pelaksanaan itu,” terangnya.
Sebelumnya Forum Masyarakat Peduli Provinsi Jawa Barat bersama Paguyuban Nelayan Patimban/Nelayan terdampak Pembangunan Pelabuhan Patimban, Laskar Jihad Anti Korupsi. Forum Anak Jalanan (Forajal) dan Komunitas Anak Muda Peduli Anti Korupsi (Kampak). Menggelar aksi Unjuk Rasa Damai di depan Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Istana Negara pada Selasa. 7 November 2023.
Aksi tersebut di awali dengan prosesi Ritual dengan membakar kemenyan dan menaburkan garam di sekitar pintu utama Kejaksaan Agung, hal itu di maksudkan sebagai simbol bahwa di Kejaksaan Agung ini menjadi sarang setan, sehingga Ritual tersebut sebagai simbol cara mengusir setan-setan yang mempengaruhi oknum jaksa yang menghambat penegakan hukum di wilayah hukum NKRI umumnya dan khususnya di wilayah hukum Kabupaten Subang terkait dengan proses hukum Kasus Mafia Tanah di Patimban ini.
Aksi FMP Jabar mendesak Kejagung RI agar segera mengumumkan hasil Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat yang kerugian negaranya mencapai Rp.1,8 Triliun Rupiah lebih.
Dalam aksi tersebut Ketua Umum FMP Jabar, Abah Betmen juga mendesak Satgas Mafia Tanah Kejagung RI agar segera menangkap dan Penjarakan Pelaku Kasus Mafia Tanah Patimban dan Sertifikat Laut yang Diduga melibatkan Oknum Pejabat ATR/BPN Subang beserta tim Panitia Pertimbangan Landreform (PPL) 2021 sesuai dengan SK Bupati Subang Nomor PM.04.04/KEP.132-TAPEM/2021, Kepala Desa Patimban dan para mafia tanah yang berpotensi merugikan negara 1,8 triliun lebih tersebut yang telah di laporkan FMP Jabar ke Kejagung RI pada tanggal 13 September 2022 lalu.
Abah Betmen juga mengungkapkan, dia merasa lucu karena sempat di tawari oleh salah satu Jaksa yang siap memfasilitasi pertemuan dengan para pihak mantan Kepala ATR/BPN Subang dan Kanwil Jawa Barat periode 2020/2021 yang di duga terlibat dalam kasus ini, sehingga dia sempat bertanya-tanya, Ada apa dengan Kejagung RI ini, jangan-jangan sudah masuk angin? jika benar masuk angin baiknya Satgas Mafia Tanah Di bubarkan saja, karena hanya menghamburkan uang rakyat.
Abah Betmen membeberkan bahwa melalui aplikasi Sentuh Tanahku Survei Tanahku dan data yang di terimanya, ada sekitar 500 bidang tanah atau 900 hektar di Desa Patimban proses sertifikasinya menggunakan program Presiden RI, yakni melalui Redistribusi Tanah Obyek Landreform Tahun 2021 dan ada sekitar 307 bidang seluas lebih kurang 460 hektar lebih objeknya adalah laut/teluk bernama Cirewang dengan dasar sertifikasinya adalah Surat Keterangan Desa (SKD) atas tanah Timbul/Negara yang di terbitkan Pemerintah Desa Patimban yang diduga fiktif.
Lebih mirisnya lagi di tegaskan Abah Betmen, bahwa pemilik nama yang tercatat dalam SKD itu sama sekali tidak mengetahui. Mafia Tanah Patimban ini sempat di tangani Kejaksaan Negeri Subang dan sudah naik penyidikan pada bulan mei 2022. Namun raib bak di telan bumi. Untuk itu, pihaknya meminta Presiden, KPK, Komisi Kejaksaan, Menkopolhukam dan pihak terkait lainnya untuk melakukan supervisi/pengawasan terhadap penanganan kasus ini. Dan Meminta pihak Badan Intelejen Negara sebagai mata dan telinga Presiden untuk membuat (Laporan Informasi) kepada Presiden. ( H.Ade Bom)