Polemik PPDB Tahun 2023 terus bergulir menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf. Yang di sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat, fakta kericuhan di lapangan yang mencuat di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Karena keberanian kepala daerah membuka permasalahan atas kesulitan para orang tua siswa yang di dera beban ppdb.
Komisi X DPR RI menyikapi serta memanggil Kemdikbud, Nadiem Makarim namun waktu kurang tepat karena mas menteri sedang cuti. Selain carut marut orang tua kesulitan mencari sekolah untuk anaknya, menjadi sorotan juga terkait pungli PPDB dalam jual beli zonasi. Tentunya ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 2 di mana ” Setiap Warga Negara Wajib mengikuti Pendidikan Dasar. Dan Pemerintah Wajib Membiayainya”, jelas Dede Yusuf.
Masukan dari Komisi X terkait PPDB yang konsepnya di laksanakan sejak tahun 2017. Namun jika kebijakan itu sudah tidak layak atau tidak kondusif di lapangan. Tentunya tidak salah jika di buat konsep baru untuk tahun 2024, jika akhir oktober temuan ombudsman masih banyak masalah, tandasnya. Di depan Sekjen dikbud, inspektorat juga dirjen dikdasmen yang mewakili mas menteri pendidikan yang tengah cuti.
Dengan Sistem baru akan lebih berkualitas dan transparan, ujar dede, dengan maraknya permasalahan dalam PPDB. Sangat prihatin banyak orang tua dan guru yang berhadapan dengan Aparat Penegak Hukum ( APH) karena melanggar aturan. Hanya karena ingin memasukan anak untuk sekolah di sekolah yang sesuai dengan keinginannya.
” Di singgung terkait sekolah favorit, jelas terpantau secara umum. Dengan berjejernya mobil mewah milik orang tua siswa saat antar jemput anak sekolah. Bukan ukuran nilai Afirmasi lagi siswa di sekolah favorit”, tandasnya.
Walaupun di sarankan konsep baru untuk PPDB 2024, namun untuk zonasi tidak di hapus. Karena akan menjadi hak warga sekitar sekolah, tapi selebihnya dari kouta Zonasi sisanya di lakukan tes pada siswa pendaftar. Jangan sepenuhnya mengacu pada nilai raport, yang tentunya raport bisa saja di rubah di besarkan nilainya. Agar bisa masuk ke sekolah yang di minati siswa.
Kondisi yang sama mirisnya terkait ppdb, sangat memprihatinkan hal kecil tapi fatal bagi orang tua pendaftar. Di hari jelang pek terjadi di Jawa Barat, salah satu yang terpantau orang tua bernama wawan mengeluh kesal. Pria asal daerah Cileunyi saat mendatangi salah satu Kantor cabang dinas pendidikan di Jawa Barat wilayahnya. Untuk menemui bagian pengaduan ppdb, pengakuan wawan dia hanya di terima oleh Satpam. Namun sama semua, yang terima hanya satpam bukan petugas ppdb yang berpotensi “, ujar Wawan menjelaskan pada media. (13/7).
(Farida)